Friday, September 29, 2017

PEMINDAHAN RISIKO KEPADA PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH DENGAN SISTEM KONTRAK MUDHARABAH


PEMINDAHAN RISIKO KEPADA PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH DENGAN SISTEM KONTRAK MUDHARABAH

Paper
Disusun Guna Memenuhi Tugas UTS
Mata Kuliah: Manajemen Risiko
Dosen: Wahibur Rokhman, Ph.D



Disusun Oleh :
Windy Vinorika Yuli Astuti
NIM 212418


 


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
 MANAJEMEN BISNIS SYARIAH
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Risiko merupakan hal yang tidak mungkin dihindari dalam kehidupan ini, mengatur risiko dengan tujuan mengurangi atau memindahkan risiko kepada pihak lain adalah hal yang dapat dilakukan pelaku bisnis. Asuransi merupakan suatu metode untuk mengurangi risiko dengan jalan memindahkan dan mengombinasikan ketidakpastian akan adanya kerugian keuangan  (finansial). Asuransi akan membantu untuk mengganti biaya kerugian yang diderita sehingga kerugian yang diderita oleh pelaku bisnis bisa diperkecil.
Dalam asuransi syariah, risiko individu atau organisasi disebar atau dibagi dengan orang atau organisasi lain yang memiliki sifat risiko yang relative sama. Berdasarkan model yang diterapkan oleh asuransi syariah, individu atau organisasi membayar kontribusi dalam bentuk sumbangan dengan ketentuan bahwa bila terjadi risiko pada salah satu peserta, peserta tersebut akan menerima bantuan dana asuransi syariah untuk menutupi kerugian yang dihadapinya. Berbeda dengan asuransi konvensional, untuk menghindari gharar, maisir, dan riba, konsep asuransi syariah memiliki tembok perlindungan, yaitu berupa kontrak atau ikatan asuransi syariah itu sendiri. Asuransi syariah tidak menggunakan perikatan jual beli, melainkan menggunakan perikatan yang sesuai dengan syariah seperti perikatan mudharabah (berbagi keuntungan) atau wakalah (Ikatan Peragenan/Perwakilan), atau ikatan lain yang sesuai dengan sifat risiko yang akan dibagi.
Dalam hal ini akan dibahas lebih lanjut mengenai pemindahan risiko kepada perusahaan asuransi syariah dengan sistem kontrak mudharabah.


1.2    Rumusan Masalah
1.2.1        Bagaimana pemindahan risiko kepada perusahaan asuransi syariah?
1.2.2        Bagaimana karakteristik risiko yang dapat diasuransikan?
1.2.3        Bagaimana kontrak mudharabah dalam asuransi syariah?

1.3    Tujuan
1.3.1        Untuk mengetahui bagaimana pemindahan risiko kepada perusahaan asuransi syariah.
1.3.2        Untuk memahami karakteristik risiko yang dapat diasuransikan.
1.3.3        Untuk memahami kontrak mudharabah dalam asuransi syariah.














BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pemindahan Risiko pada Perusahaan Asuransi Syariah
Pemindahan risiko (risk transfer)  adalah perusahaan memindahkan/ mentransfer  resiko ke pihak lain yang biasanya mempunyai kemampuan  lebih baik dalam hal mengendalikan resiko, baik karena skala ekonomi yang lebih bagus, atau karena mempunyai keahlian untuk melakukan manajemen resiko yang lebih baik. Alat/cara yang dapat digunakan untuk pendekatan ini yaitu berupa Asuransi.  Asuransi dapat didefinisikan dari dua sudut pandang. Pertama, asuransi sebagai perlindungan terhadap risiko keuangan yang disediakan pihak insurer (penjamin asuransi). [1] Kedua, asuransi sebagai alat penggabungan risiko dari dua atau lebih orang maupun perusahaan, melalui sumbangan aktual  yang dijanjikan untuk membentuk dana guna membayar klaim. Dari sudut pandang orang yang mengasuransikan, asuransi merupakan peralatan retensi resiko dan kombinasi risiko. Cri-ciri khusus asuransi sebagai sarana transfer risiko adalah bahwa ia memerlukan penyatuan (pooling) risiko, yaitu insurer (penjamin asuransi) menggabungkan risiko-risiko dari banyak tertanggung.
Dalam pemindahan risiko kepada perusahaan asuransi syariah yaitu risiko dipidahkan dengan usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. Kemudian premi dalam asuransi syariah merupakan sejumlah dana yang dibayarkan oleh peserta yang terdiri dari dana tabungan dan tabarru’. Dana tabungan adalah dana titipan dari peserta asuransi syariah (life insurance) dan akan mendapat alokasi bagi hasil (al-mudharabah) dari pendapatan investasi bersih yang diperoleh setiap tahun. Dana tabungan beserta alokasi bagi hasil akan dikembalikan kepada peserta apabila peserta yang bersangkutan mengajukan klaim, baik berupa klaim nilai tunai maupun klaim manfaat asuransi. Sedangkan tabarru’ adalah derma atau dana kebajikan yang diberikan dan diikhlaskan oleh peserta asuransi jika sewaktu-waktu akan dipergunakan untuk membayar klaim atau manfaat asuransi (life maupun general insurance).[2]

2.2  Karakteristik Risiko yang Dapat Diasuransikan
Meskipun Asuransi berhubungan erat dengan risiko, tidak semua risiko itu dapat diasuransikan, risiko yang dapat diasuransikan harus memenuhi karakteristik tertentu, yaitu sebagai berikut:
2.2.1   Penyebab kerugian harus terjadi dengan tidak sengaja.
Kerugian yang terjadi  harus mengandung unsur tidak sengaja atau karena peristiwa yang tidak diduga-duga. Misalnya seseorang tidak dapat menduga apakah ia akan menderita sakit, lumpuh atau meninggal dunia karena kecelakaan atau karena sebab lainnya.
2.2.2   Kerugian harus dapat diukur.
Kerugian yang dapat dipertanggungkan harus dapat diukur dalam hal waktu dan jumlah nominal uang, kapan seseorang itu harus memperoleh pembayaran santunan dan berapa jumlah yang akan diterima. Kejadian meninggal dunia, sakit, dan lanjut usia misalnya adalah kondisi-kondisi yang dapat diidentifikasi dalam bentuk jumlah kerugian finansial sekalipun bersifat relatif.
2.2.3   Kerugian harus berarti.
Kerugian yang dapat dijamin oleh asuransi haruslah kerugian yang sangat berarti dari sisi finansial. Banyak orang yang kehilangan pulpen, sandal,  atau kacamata. Namun kehilangan benda-benda tersebut secara ekonomi tidak terlalu signifikan, sehingga tidak mungkin diasuransikan. Lagi pula untuk menjamin asuransi benda-benda semacam itu, biaya administrasi yang timbul jauh lebih besar daripada nilai bendanya. Oleh sebab itu, dari sisi finansial kerugian semacam itu tidak dianggap signifikan. Kerugian yang berarti misalnya hilangnya mobil karena pencurian, kebakaran karena petir ataupun ledakan dan lain sebagainya.[3]
2.2.4   Kerugian harus dapat diprediksi.
            Dari sisi ini, perusahaan asuransi harus dapat memprediksi secara akurat tingkat kemungkinan kerugian. Tingkat kemungkinan kerugian  adalah akumulasi kerugian dari suatu kelompok tertentu (peserta asuransi) pada saat perjanjian berjalan. Kegunaan mengetahui tingkat kemungkinan kerugian ini adalah agar perusahaan asuransi dapat membuat besaran nilai premi bagi tiap-tiap peserta. Dengan demikian, jika terjadi klaim, perusahaan memiliki cukup dana untuk membayarnya. Tarif premi dibuat dengan dua tujuan, yaitu tujuan bisnis dan tujuan regulator. Tarif premi yang disusun dengan tujuan bisnis merupakan wujud dari tujuan perusahaan asuransi, yaitu memperoleh laba atau profit sehingga perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Sedangkan tarif premi yang dibuat untuk regulator (pemerintah), berguna untuk melindungi masyarakat dari kerugian atau perlakuan tidak fair dari perusahaan asuransi.
2.2.5   Kerugian tidak mengakibatkan katastropik pada perusahaan asuransi.
Bencana adalah jenis risiko katastropik. Penyebab bisa karena faktor manusia (man-made disaster) atau bencana alam (natural catastrophe). Bencana katastropik menimbulkan kerusakan parah dan korban jiwa yang besar, serta mencakup wilayah yang luas. Dukungan reasuransi harus mempertimbangkan jika bencana. Meskipun ada dukungan reasuransi, saat terjadi bencana, kerugian bisa lebih besar dari dukungan reasuransi yang dipunyai oleh perusahaan asuransi. Akibatnya, kerugian yang berlebih  akan merugikan perusahaan asuransi.[4]
2.3  Kontrak Al-Mudharabah
Kontrak al-mudharabah yang diterapkan dalam asuransi syariah yaitu kontrak kerja sama antara dua pihak (peserta dan perusahaan). Pihak yang satu memiliki uang/modal (sahibu-mal/peserta), tetapi tidak dapat mengelola secara maksimal karena memang tidak memiliki kemampuan dan waktu. Sementara itu, pihak lain memiliki kemampuan, waktu, dan pengalaman yang baik, tetapi kurang memiliki dana disebut mudharib (perusahaan asuransi).
Modal yang dimaksudkan disini adalah premi yang dibayarkan oleh peserta. Dengan begitu, pihak yang menerima modal (mudharib) atau perusahaan asuransi hanya berfungsi sebagai pemegang amanah dari pihak yang memberi modal/peserta untuk mengelola atau menginvestasikan dananya sesuai dengan aturan-aturan hukum Islam.
 Dengan kontrak al-mudharabah ini, masing-masing pihak mempunyai peran yang sempurna sehingga memiliki nilai keadilan, karena pihak satu (pemodal) tidak membebani pihak lain atas resiko yang dihadapi. Namun, semua itu dapat ditanggung secara bersama-sama. Manakala diperoleh keuntungan, dibagi antara peserta dan perusahaan asuransi, sesuai dengan nisbah yang diperjanjikan.
Berdasarkan kontrak al-mudharabah , ada dua cara pengelolaan dana pada perusahaan asuransi syariah yaitu sebagi berikut:
1.       Pengelolaan dana yang memiliki unsur tabungan.
 Mekanisme  pengelolaan dana yang memiliki unsur tabungan adalah setiap premi yang dibayarkan oleh peserta akan dimasukkan dalam dua rekening yaitu rekening tabungan dan rekening khusus. Rekening tabungan adalah rekening milik peserta untuk menampung seluruh tabungannya dan hasil bagi keuntungan yang menjadi hak milik peserta. Rekening tabungan ini dapat diambil oleh peserta jika perjanjian telah berakhir, pesert mengundurkan diri, atau peserta meninggal dunia. Sedangkan rekening khusus yaitu rekening yang akan menampung seluruh dana tabarru’ (iuran kebajikan) yang telah diniatkan oleh peserta untuk dana tolong menolong manakala ada peserta lain yang ditimpa musibah. Dana tabarru’ ini akan dibayakan jika peserta meninggal dunia atau perjanjian telah berakhir, dengan catatan ada surplus  dana. Jika peserta tidak lagi melanjutkan perjanjian atau berhenti sebelum perjanjian berakhir, dana tabbaru’ tidak dapat diambil.
Dana yang terhimpun dari peserta akan diinvestasikan pada bidang-bidang investasi yang dihalalkan oleh hukum Islam. Hasil investasi yang diperoleh perusahaan asuransi akan dibagihasilkan sesuai dengan nisbah yang telah ditentukan, misalnya 40% : 60%. Artinya sekitar 40% bagian merupakan hak perusahaan asuransi untuk biaya operasionalnya, sedangkan 60% bagian lagi dibayarkan kepada peserta dalam bentuk manfaat asuransi. Skema pengelolaan dana tersebut digambarkan sebagai berikut[5]:

 

















2.      Pengelolaan dana yang tidak memiliki unsur tabungan.
Setiap premi yang dibayar oleh peserta, akan dimasukkan dalam rekening tabarru’,  yaitu kumpulan dana yang diniatkan oleh peserta sebagai iuran kebajikan untuk tujuan saling tolong menolong dan saling membantu, dan dibayarkan jika peserta meninggal dunia atau perjanjian telah berakhir (jika ada surplus dana). Kumpulan dana peserta ini akan diinvestasikan sesuai dengan syariat islam. Keuntungan dari hasil investasi setelah dikurangi dengan beban asuransi (klaim dann premi re-asuransi), akan dibagi antara peserta dan perusahaan menurut prinsip al-mudharabah dalam suatu perbandingan tetap berdasarkan perjanjian kerja sama antara perusahaan dengan peserta.[6]












BAB III
PENUTUP
3.1  Simpulan
3.1.1        Pemindahan risiko (risk transfer)  adalah perusahaan memindahkan/ mentransfer  resiko ke pihak lain yang biasanya mempunyai kemampuan  lebih baik dalam hal mengendalikan resiko, baik karena skala ekonomi yang lebih bagus, atau karena mempunyai keahlian untuk melakukan manajemen resiko yang lebih baik. Alat/cara yang dapat digunakan untuk pendekatan ini yaitu berupa Asuransi. Dalam pemindahan risiko kepada perusahaan asuransi syariah yaitu risiko dipidahkan dengan usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
3.1.2        Karakteristik risiko yang dapat diasuransikan yaitu penyebab kerugian harus terjadi dengan tidak sengaja, kerugian harus dapat diukur, kerugian harus berarti, kerugian harus dapat diprediksi dan kerugian tidak mengakibatkan katastropik pada perusahaan asuransi.
3.1.3        Dengan kontrak al-mudharabah, masing-masing pihak mempunyai peran yang sempurna sehingga memiliki nilai keadilan, karena pihak satu (pemodal) tidak membebani pihak lain atas resiko yang dihadapi. Namun, semua itu dapat ditanggung secara bersama-sama. Manakala diperoleh keuntungan, dibagi antara peserta dan perusahaan asuransi, sesuai dengan nisbah yang diperjanjikan.





DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Amrin, Meraih Berkah Melalui Asuransi Syariah : Ditinjau dari Perbandingan dengan Asuransi Konvensional, Jakarta, PT Elex Media Komputindo, 2011.
Eka An Aqimuddin, Solusi Bila Terjerat Kasus Bisnis, Jakarta, Raih Asa Sukses, 2010.
Khoiril Anwar, Asuransi Syariah : Halal dan Maslahat, Solo, Tiga Serangkai, 2007.
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah : Life and General : Konsep dan Sistem Operasional, Jakarta, Gema Insani, 2004.


[1] Eka An Aqimuddin, Solusi Bila Terjerat Kasus Bisnis, Jakarta, Raih Asa Sukses, 2010, hlm. 104.
[2] Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah : Life and General : Konsep dan Sistem Operasional, Jakarta, Gema Insani, 2004, hlm. 30.
[3] Khoiril Anwar, Asuransi Syariah : Halal dan Maslahat, Solo, Tiga Serangkai, 2007, hlm. 8.
[4] Ibid., hlm. 9-10.
[5] Ibid., hlm. 33-34.
[6] Abdullah Amrin, Meraih Berkah Melalui Asuransi Syariah : Ditinjau dari Perbandingan dengan Asuransi Konvensional, Jakarta, PT Elex Media Komputindo, 2011, hlm.158.

PEMASARAN HUBUNGAN


PEMASARAN HUBUNGAN
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Perilaku Konsumen
Dosen Pengampu: Sugihariyadi, S.Pd.I, MM
 






Disusun Oleh :
1.         Windy Vinorika Yuli Astuti           (212418)
 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM/MBS
TAHUN 2015


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pemasaran transaksi adalah bagian dari suatu gagasan yang lebih besar yang disebut pemasaran hubungan (relationship marketing). Pemasaran hubungan merupakan program yang memberikan nilai tambah pada perusahaan dan produk atau jasa di mata konsumen. Selain itu, pemasaran hubungan adalah cara usaha pemasaran pada pelanggan yang meningkatkan pertumbuhan jangka panjang perusahaan dan kepuasan maksimum pelanggan. Pelanggan yang baik merupakan suatu asset dimana bila ditangani dan dilayani dengan baik akan memberikan pendapatan dan pertumbuhan jangka panjang bagi perusahaan.
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan membahas lebih lanjut mengenai pemasaran hubungan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan pemasaran hubungan?
2.      Bagaimana merancang komunikasi pemasaran yang efektif dalam upaya pemasaran hubungan?








BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pemasaran Hubungan
Pemasaran hubungan (relationship marketing) adalah pemasaran yang bertujuan untuk membangun hugungan baik dengan para pelanggan. Pada era pemasaran hubungan, pemasar beranggapan bahwa loyalitas konsumen terbentuk karena nilai (value) dan merek (brand). Nilai adalah presepsi nilai yang dimiliki konsumen berdasarkan apa yang didapat dan apa yang dikorbankan ketika melakukan transaksi, sedangkan merek adalah identitas sebuah produk yang tidak berwujud, tetapi sangat bernilai.
Untuk mendapatkan loyalitas konsumen, perusahaan tidak hanya mengandalkan nilai dan merek, seperti yang diterapkan pada pemasaran konvensional. Pada masa sekarang diperlukan perlakuan yang lebih atau disebut kebutuhan unik, perbedaan kebutuhan antara satu konsumen dengan konsumen lainnya. Untuk itu, peranan dari pemasaran hubungan sangat diperlukan. Pada gambar berikut terdapat tiga pilar loyalitas konsumen era pemasaran hubungan yang memfokuskan konsumen ditengah pusaran aktivitas bisnis.[1]
 

           



                    
Dengan menempatkan konsumen ditengah pusaran aktivitas bisnis diharapkan perusahaan selalu memperhatikan dan mengutamakan konsumen dalam segala aktivitas ataupun program yang dilakukan sehingga konsumen menjadi pihak yang selalu didahulukan, merasa puas,nyaman, dan akhirnya menjadi loyal pada perusahaan.
Karena pentingnya loyalitas terhadap kelangsungan hidup perusahaan, perusahaan harus secara kontinu menjaga dan meningkatkan loyalitas dari para konsumennya. oleh karena itu, untuk membangun loyalitas konsumen, perusahaan harus memiliki hubungan yang baik dengan konsumen sehingga perusahaan dapat lebih memahami kebutuhan, keinginan, dan harapan-harapan para konsumennya.[2]
Pemasaran hubungan mempunyai tujuan membangun hubungan jangka panjang yang saling memuaskan dengan pihak-pihak yang memiliki kepentingan utama yaitu pelanggan, pemasok dan distributor dalam rangka mendapatkan serta mempertahankan preferensi dan kelangsungan bisnis jangka panjang. Para pemasar menyelesaikan hal itu dengan menjanjikan serta menyerahkan produk dan jasa yang bermutu tinggi dengan harga yang wajar kepada pihak lain sepanjang waktu. Pemasaran hubungan membangun ikatan ekonomi, teknik dan sosial yang  kuat di antara pihak-pihak yang berkepentingan. Pemasaran jenis itu akan memangkas biaya transaksi dan waktu. Dalam kebanyakan kasus yang berhasil, transaksi beralih dari masalah yang harus dinegosiasikan setiap kali, ke masalah yang rutin.
Hal terakhir dari pemasaran hubungan adalah terbentuknya aset perusahaan yang unik yang disebut jaringan pemasaran. Jaringan pemasaran terdiri dari perusahaan dan pemercaya (stakeholder) pendukung (pelanggan, karyawan, pemasok, distributor, pengecer, agen periklanan, ilmuwan universitas, dan lain-lain) yang dengannya perusahaan membangun hubungan bisnis timbal balik yang saling menguntungkan. Semakin lama persaingan semakin bertambah, bukan hanya antara perusahaan-perusahaan, melainkan antara jaringan pasar, dengan keuntungan yang diperoleh perusahaan yang telah membangun jaringan kerja yang lebih baik. Prinsip operasinya adalah sederhana yaitu dengan membangun suatu jaringan hubungan yang efektif dengan pemercaya utama, dan laba akan menyusul.[3]

B.     Merancang Komunikasi Pemasaran yang Efektif
Menurut Schiffman dan Kanuk (2000), komunikasi adalah “the transmission of a massage from a sender to a receiver via a medium of transmission”. Artinya, komunikasi adalah transmisi sebuah pesan dari pengirim ke penerima melalui medium transmisi. Dalam proses komunikasi terdapat beberapa unsure komunikasi yang terlibat di dalamnya, yaitu pengirim pesan (sender), pesan (message), medium atau saluran pesan (channel), dan penerima pesan (receiver), yang dalam hal ini adalah konsumen. Selain itu, hal paling penting yang juga harus ada adalah proses umpan balik (feedback).[4]
Pada umumnya, komunikasi pemasaran dirancang untuk membuat konsumen peduli, bahkan tertarik dengan produk perusahaan, memunculkan komitmen atau loyalitas konsumen, menciptakan sikap konsumen yang positif terhadap produk, memberikan makna simbolik produk, atau memberikan solusi bagi permasalahan yang dihadapi konsumen.
Untuk membangun komunikasi dengan konsumen perlu diperhatikan hal-hal berikut:



1.    Sumber pesan.
Sumber atau insiator / sponsor pesa harus mengetahui siapa calon atau target penerima pesan, karakteristik, usia, pendidikan, tingkat kematangan, pengetahuan, pengalaman, dan sebagainya.
2.    Kredibilitas
Sumber yang kredibel akan mendapatkan kepercayaan dari penerima pesan. Ada dua unsur kredibilitas yaitu:
a.         Kredibilatas sumber informal
Informasi yang diperoleh dari sumber informal, seperti teman, keluarga, rekan kerja, tetangga, dan sebagainya, yang memiliki kedekatan hubungan akan lebih dipercaya konsumen sebagai penerima informasi.
b.         Kredibilitas penyampai pesan
Penyampai pesan harus memilikki kredibilitas yang tinggi. Penyampai pesan biasanya para selebriti yang dikenal luas oleh masyarakat memiliki kredibilitas ataupun citra yang baik.[5]
Kesalahpahaman bisa dikurangi jika proses umpan balik dilakukan dengan baik. mekanisme umpan balik dalam organisasi sama pentingnya dengan mekanisme dalam komunikasi antar pribadi. Metode yang digunakan dalam umpan balik adalah sebagai berikut:
1.    Empati
Pada dasarnya, komunikasi yang dilakukan berorientasi pada penerima. Komunikator harus menempatkan dirinya sebagai penerima sehingga proses penyandian, penggunaan bahasa, dan saluran disesuaikan dengan kondisi penerima.


2.    Pengulangan
Pengulangan membantu pendengar atau penerima untuk menginterpretasikan pesan yang tidak jelas atau terlalu sulit untuk dapat dipahami pada saat pertama kali mendengar.
3.      Penggunaan bahasa yang sederhana
Bahasa yang kompleks atau istilah-istilah teknis menyebabkan komunikasi ulit dipahami oleh pendengar atau penerima. Sangat penting bagi seseorang yang akan menyampaikan gagasannya untuk menyesuaikan bahasa atau istilah-istilah yang dipakai dengan pendengarnya.
4.      Proses mendengarkan yang efektif
Peningkatan komunikasi yang efektif juga dapat dilakukan dengan mendengarkan secara efektif.
5.      Penentuan waktu yang efektif
Cara yang efektif untuk komunikasi antar pribadi atau organisasi adalah dengan mengelola waktu untuk komunikasi sehingga pesan yang disampaikan tersusun dengan baik, ringkas, dan mudah dipahami.
6.      Pengaturan arus informasi
Cara utnuk mengatasi komunikasi dengan beban informasi yang berlebihan adalah dengan mengatur arus informasi. Tidak semua informs harus disampaikan kepada manajer, hanya informasi yang penting saja yang disampaikan kepadanya.
7.      Kemempuan berkomunikasi
Kemempuan berkomunikasi menunjukkan keberhasilan seseorang untuk mengirim pesan secara jelas, manusiawi, dan efisien.[6]



BAB III
PENUTUP
Simpulan
1.      Pemasaran hubungan (relationship marketing) adalah pemasaran yang bertujuan untuk membangun hugungan baik dengan para pelanggan. Pada era pemasaran hubungan, pemasar beranggapan bahwa loyalitas konsumen terbentuk karena nilai (value) dan merek (brand). Pemasaran hubungan mempunyai tujuan membangun hubungan jangka panjang yang saling memuaskan dengan pihak-pihak yang memiliki kepentingan utama yaitu pelanggan, pemasok dan distributor dalam rangka mendapatkan serta mempertahankan preferensi dan kelangsungan bisnis jangka panjang.
2.      Untuk membangun komunikasi dengan konsumen perlu diperhatikan hal-hal berikut:
a.       Sumber pesan.
Sumber atau insiator / sponsor pesa harus mengetahui siapa calon atau target penerima pesan, karakteristik, usia, pendidikan, tingkat kematangan, pengetahuan, pengalaman, dan sebagainya.
b.      Kredibilitas
Ada dua unsure dalam kredibilitas yaitu:
1.      Kredibilatas sumber informal
2.      Kredibilitas penyampai pesan








DAFTAR PUSTAKA

Etta Mamang Sangadji dan Sopiah, Perilaku Konsumen, Andi Offset, Yogyakarta, 2013.
Philip Kotler, Manajemen Pemasaran, Indeks, Jakarta, 2004.


[1] Etta Mamang Sangadji dan Sopiah, Perilaku Konsumen, Andi Offset, Yogyakarta, 2013, hal., 113.
[2] Ibid., hal., 114.
[3] Philip Kotler, Manajemen Pemasaran, Indeks, Jakarta, 2004, hal., 15.
[4] Etta Mamang Sangadji dan Sopiah, Op. Cit., hal., 212.
[5] Ibid., hal., 215-216
[6] Ibid, hal., 218-219