Friday, September 29, 2017

SISTEM JUAL BELI TEBASAN DALAM KONSEP BISNIS ISLAM


TRADISI SISTEM JUAL BELI TEBASAN HASIL PERTANIAN DALAM KONSEP BISNIS ISLAM


Karya Tulis Ilmiah
Disusun Guna Memenuhi Syarat
Memperoleh Beasiswa Berprestasi



Disusun Oleh :
Windy Vinorika Yuli Astuti
NIM 212418


 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
 MANAJEMEN BISNIS SYARIAH
2015


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Tebasan atau borongan dalam transaksi jual beli hasil bumi bukan hal yang baru dalam dunia perdagangan tanah air. Di kalangan para petani, transaksi jual beli dengan sistem tebasan sudah mengakar dan menjadi tradisi. Misalnya padi/hasil kebun yang sudah mulai berbulir kemudian ditawar oleh calon pembeli. Bila antara penjual dan pembeli sepakat dengan harganya, maka akan diberi uang muka dan dilunasi pada saat padi tersebut telah tiba waktunya memanen.
Secara sederhana, sistem jual beli yang ada didalam tebasan yaitu mengadopsi sistem mukhadharah, juzaf (spekulasi) dan urbun (uang muka) . Mukhadharah yaitu menjual buah-buahan yang belum pantas dipanen, seperti menjual rambutan yang masih hijau, mangga yang masih kecil-kecil, dan yang lainnya.[1]  Juzaf (spekulasi) adalah menjual barang yang biasa ditakar, ditimbang atau dihitung secara borongan tanpa ditakar, ditimbang dan dihitung lagi.[2] Sedangkan urbun (uang muka) yaitu sejumlah uang yang dibayarkan dimuka oleh seseorang pembeli barang kepada si penjual dan bila akad itu dilanjutkan, maka uang muka itu dimasukkan ke dalam harga pembayaran.[3] Dari ketiga sistem jual beli tersebut sebenarnya  masih diperdebatkan bahkan ada yang dilarang oleh islam. Mukhadharah misalnya, jual beli ini dilarang karena barang tersebut masih samar, dalam artian mungkin saja buah/hasil pertanian tersebut jatuh tertiup angin kencang atau terkena hama sebelum diambil oleh si pembelinya. Oleh sebab itu dalam karya tulis ini akan dibahas lebih lanjut mengenai tradisi sistem jual beli tebasan hasil pertanian dalam konsep bisnis islam.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana konsep jual beli dalam bisnis islam?
2.      Bagaimana sistem jual beli tebasan yang sesuai dengan bisnis islam ?

1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui dan memahami konsep bisnis islam dalam jual beli
2.      Untuk mengetahui sistem jual beli tebasan yang sesuai dengan bisnis islam.

1.4  Manfaat Karya Ilmiah
Dalam karya ilmiah ini terdapat beberapa manfaat, baik secara teoritis maupun praktis yaitu :
1.      Aspek Teoritis
Karya tulis ini diharapkan dapat memberikan sumbangan secara teoritis khususnya tentang sistem jual beli tebasan hasil pertanian dalam konsep bisnis islam, serta memperkaya khasanah pengetahuan dalam bidang bisnis syariah.
2.      Aspek Praktis
Bermanfaat sebagai kajian  untuk membangun nilai-nilai islami di dalam tradisi lokal, khususnya tradisi sistem jual beli tebasan hasil pertanian.

1.5  Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dari karya tulis ini yaitu terdiri dari bagian muka yang berisi halaman sampul dan judul, kemudian BAB I yaitu berisi pendahuluan, dalam bab ini akan dijelaskan beberapa hal yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II merupakan pembahasan mengenai konsep bisnis islam dan sistem jual beli tebasan yang sesuai dengan  . BAB III yaitu penutup.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Konsep Jual Beli dalam Bisnis Islam
Dalam konsep bisnis islam, jual beli yaitu suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara sukarela di antara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan Syara’ dan disepakati. Sesuai dengan ketentuan Syara’ maksudnya ialah memenuhi persyaratan-persyaratan, rukun-rukun, dan hal-hal lain yang ada kaitannya dengan jual beli, sehingga bila syarat-syarat dan rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak Syara’.
Rukun  jual beli ada tiga, yaitu akad (ijab kabul), orang-orang yang berakad (penjual dan pembeli), dan ma’kud alaih (objek akad). Sedangkan Syarat-syarat sah jual beli yaitu:
a.        Akad antara penjual dan pembeli yang menunjukkan kerelaan (keridhaan). Dalam hal ini pembeli tidak boleh diam saja setelah penjual menyatakan ijab dan sebaliknya.[4]
b.      Orang yang berakad harus memiliki kompetensi dalam melakukan aktivitas jual beli yaitu dengan kondisi yang sudah akil baligh serta berkemampuan memilih.
c.       Objek jual beli harus suci atau dapat disucikan, memberi manfaat menurut syara’, dapat diserahkan dengan cepat atau lambat, milik sendiri, diketahui banyaknya, beratnya, takaranya, atau ukuran-ukuran yang lainnya.[5]
Disamping itu, terdapat beberapa hal penting terkait dengan urusan bisnis yaitu mengenai etika. Adapun etika yang menjadi dasar berbisnis islami meliputi:
a.       Janji. Sebagai seorang muslim, maka diajarkan untuk selalu menepati janji. Janji ini adalah semacam ikrar, kesanggupan yang telah dinyatakan kepada seseorang dan Yang Maha Kuasa mengetahui akan janji tersebut.
b.      Kejujuran dalam jual beli. Dalam jual beli yaitu harus menekankan kejujuran dan ada hak khiyar. Hak khiyar yaitu hak menuntut dan hak membatalkan jual beli jika pihak konsumen tidak menghendaki atau keberatan dengan transaksi yang sudah terjadi.
c.       Ukuran takaran dan timbangan harus jelas.
d.      Tidak menjual barang haram dan minuman memabukkan.
e.       Tidak mengambil hak orang lain.[6]

2.2    Sistem Jual Beli Tebasan yang Sesuai dengan Bisnis Islam
Sistem jual beli tebasan hasil pertanian yang sudah mentradisi di masyarakat pedesaan yaitu mengadopsi sistem mukhadharah, juzaf (spekulasi), dan urbun (uang muka).
Mukhadharah dilarang dalam islam karena dapat menimbulkan kerugian diantara penjual maupun pembeli. Ditinjau dari barangnya yang  masih samar, yaitu baru berbulir, belum masak dan belum siap panen sehingga dapat menyebabkan risiko seperti dimakan hama atau tertiup angin.  Dalam kitab shahih Bukhori, hadist nomor 2044  menyatakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang jual beli buah-buahan hingga sampai buah itu telah nampak jadinya. Beliau melarang untuk penjual dan pembeli. Dalam hadist tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak boleh jual beli buah-buahan yang masih dalam batangnya dan belum masak atau belum siap panen, namun jika membeli buah-buahan tersebut ketika sudah terlihat kematangannya dan siap untuk dipanen, maka diperbolehkan.
Juzaf (spekulasi). Telah dijelaskan sebelumnya bahwa diantara syarat syahnya jual beli bahwa objek jual beli itu harus diketahui. Maka materi objek, ukuran dan kriteria harus diketahui. Sementara dalam jual beli spekulatif ini tidak ada pengetahuan tentang ukuran. Namun para ulama ahli fiqih bersepakat membolehkan dengan syarat-syarat sebagai berikut:
a.    Baik pembeli atau penjual sama-sama tidak tahu ukuran barang dagangan. Untuk menentukan ukuran yaitu menggunakan taksiran.
b.    Jumlah dagangan harus mudah diprediksikan.
c.    Tidak ada unsur kecurangan.
d.   Barang dagangan harus tetap dijaga dan kemudian perkirakan jumlah atau ukurannya ketika terjadi akad.[7]
Urbun (Uang Muka/panjar). Para ualama berbeda pendapat tentang jual beli panjar. Mayoritas ulama dari kalangan Hanafiyah, Malikiyah dan Syafi’iyah berpendapat bahwa jual beli urbun itu tidak diperbolehkan karena jual beli semacam itu termasuk memakan harta orang lain dengan cara batil. Namun Majelis Fiqih Islam memperbolehkan jual beli panjar dengan ketentuan sebagai berikut:
a.        Pembeli memberi sejumlah uang kepada si penjual dengan syarat bahwa ia jadi mengambil barang itu, maka uang muka tersebut masuk dalam harga yang harus dibayar. Namun kalau tidak jadi membelinya, maka sejumlah uang itu menjadi milik penjual.
b.      Jual beli sistem panjar dibolehkan bila dibatasi waktu menunggunya secara pasti.[8]
Maka jual beli tebasan yang sesuai dengan bisnis islam yaitu:
1.      Membeli hasil pertanian ketika sudah terlihat kematangannya dan siap untuk dipanen.
2.      Hasil pertanian tersebut harus dapat diprediksikan jumlah dan ukurannya, serta dalam menentukan taksiran tersebut tidak ada unsur kecurangan.
3.      Ketika pembayaran dilakukan dengan sistem uang muka, maka batas waktu menunggunya ditentukan secara pasti, dan uang muka tersebut dimasukkan sebagai bagian pembayaran, bila pembelian berlanjut. Bila si pembeli tidak jadi melakukan transaksi pembelian, maka sejumlah uang itu menjadi milik penjual.
4.      Adanya keridhaan antara kedua belah pihak dan saling menguntungkan.
5.      Menepati janji yang telah dibuat.










BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
3.1.1    Konsep jual beli dalam bisnis islam yaitu :
a.    Akad antara penjual dan pembeli yang menunjukkan kerelaan (keridhaan).
b.    Orang yang berakad harus memiliki kompetensi dalam melakukan aktivitas jual beli
c.    Objek jual beli harus suci atau dapat disucikan, memberi manfaat menurut syara’, dapat diserahkan dengan cepat atau lambat, milik sendiri, diketahui banyaknya, beratnya, takaranya, atau ukuran-ukuran yang lainnya
d.   Sesuai dengan etika bisnis islam yaitu menekankan kejujuran dan nilai-nilai islami lainnya.
3.1.2    Jual beli tebasan yang sesuai dengan bisnis islam
a.    Membeli hasil pertanian ketika sudah terlihat kematangannya dan siap untuk dipanen.
b.    Hasil pertanian tersebut harus dapat diprediksikan jumlah dan ukurannya, serta dalam menentukan taksiran tersebut tidak ada unsur kecurangan.
c.    Ketika pembayaran dilakukan dengan sistem uang muka, maka batas waktu menunggunya ditentukan secara pasti, dan uang muka tersebut dimasukkan sebagai bagian pembayaran, bila pembelian berlanjut. Bila si pembeli tidak jadi melakukan transaksi pembelian, maka sejumlah uang itu menjadi milik penjual.
d.   Adanya keridhaan antara kedua belah pihak, saling menguntungkan dan menepati janji yang telah dibuat.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah al-Mushlih dan Shalah ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Jakarta, Darul Haq, 2004.
Buchari Alma dan Donni Juni Priansa, Manajemen Bisnis Syariah, Bandung, Alfabeta, 2009.
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2005.


















[1] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2005, hlm. 79.
[2] Abdullah al-Mushlih dan Shalah ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Jakarta, Darul Haq, 2004, hlm. 94.
[3] Ibid, hlm. 132.
[4] Hendi Suhendi, Op. Cit, hlm. 71.
[5] Abdullah al-Mushlih dan Shalah ash-Shawi, Op. Cit, hlm. 92.
[6] Buchari Alma dan Donni Juni Priansa, Manajemen Bisnis Syariah, Bandung, Alfabeta, 2009, hlm. 207-213.
[7] Abdullah al-Mushlih dan Shalah ash-Shawi, Op. Cit, hlm. 94-95.
[8] Ibid., hlm. 134.

1 comment:

  1. Your Affiliate Money Printing Machine is ready -

    Plus, making money with it is as easy as 1...2...3!

    This is how it all works...

    STEP 1. Input into the system which affiliate products the system will push
    STEP 2. Add some PUSH BUTTON TRAFFIC (this ONLY takes 2 minutes)
    STEP 3. Watch the system explode your list and sell your affiliate products all by itself!

    Do you want to start making profits?

    Click here to check it out

    ReplyDelete