Friday, September 29, 2017

AUDIT DAN SERTIFIKASI SISTEM MANAJEMEN MUTU


AUDIT DAN SERTIFIKASI SISTEM MANAJEMEN MUTU

Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Manajemen Mutu
Dosen Pengampu: Supriyono, S. Pdi, MM.
 







Disusun Oleh :
1.    Windy Vinorika Yuli Astuti         (212418)
2.    Lina Shofia Sari                            (212432)
3.    Muhammad Ibaddurahman          (212437)

 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM/MBS
TAHUN 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Dalam memastikan sistem manajemen mutu yang dilakukan efektif, penilaian secara objektif dan berkala perlu dilakukan. Dengan melakukan penilaian, organisasi akan mengetahui kondisi atau keadaannya saat ini. Audit yang objektif akan memberikan jaminan bahwa sistem manajemen mutu diterapkan dan dipelihara sesuai dengan kebijakan, sasaran, dan rencana yang ditetapkan. Hasil audit ini akan dijadikan alat/bahan dalam melakukan tindakan koreksi/pencegahan yang mengarah pada peningkatan. Salah satu konsep yang ada dalam standar adalah bahwa sistem mutu harus dapat menghasilkan produk dan mutu yang konsisten dan meyakinkan.[1] Oleh karena itu, standar internasional menekankan pentingnya audit sebagai alat pemantau dan verifikasi.

B.     Rumusan Masalah
1.    Apa saja jenis audit sistem manajemen mutu?
2.    Bagaimanakah teknik audit?
3.    Bagaimanakah proses sertifikasi?

C.    Tujuan
1.   Untuk mengetahui jenis-jenis audit sistem manajemen mutu.
2.   Untuk mengetahui teknik audit.
3.   Untuk mengetahui proses sertifikasi.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Jenis Audit Sistem Manajemen Mutu
Audit sistem mutu biasanya dilakukan untuk menentukan tingkat kesesuaian aktivitas perusahaan terhadap standar sistem mutu yang telah ditentukan serta efektivitas dari penerapan sistem tersebut.
Jenis-jenis pembagian audit mutu berdasarkan pihak yang melaksanakan adalah:
1.      Audit Pihak Pertama (Audit Mutu Internal)
Audit pihak pertama yaitu audit mutu yang dilakukan dalam suatu perusahaan untuk menentukan efektivitas dari penerapan sistem mutu yang mereka gunakan. Tujuannya yaitu untuk memantau keefektifan penerapan sistem mutu dan merupakan alat manajemen untuk melakukan perbaikan. Sasaran dari audit mutu internal adalah memenuhi persyaratan standar sistem mutu yang diterapkan, memonitor perkembangan dan penerapan sistem mutu (pada tahap permulaan), mengetahui secara dini ketidaksesuaian dan melakukan tindakan koreksi dalam rangka persiapan audit eksternal, memonitor pemeliharaan dan efektivitas sistem mutu (setelah penerapan), mengumpulkan dan memecahkan persoalan mutu. [2]
2.      Audit Pihak Kedua (Audit Eksternal)
Audit eksternal merupakan audit yang dilakukan oleh suatu perusahaan (atau yang mewakilinya) terhadap pemasok. Tujuannya yaitu untuk melakukan penilaian terhadap pemasok baru. Sasaran dari audit eksternal adalah menentukan kualifikasi pemasok, merangsang pemasok agar meningkatkan sistem mutu tersebut dan menjadi mediator untuk pemecahan mutu yang berkaitan dengan pemasok.[3]

3.      Audit pihak ketiga (Audit Eksternal dan Independen)
Audit Eksternal dan Independen merupakan audit yang dilakukan oleh badan sertifikasi yang independen atau badan registrasi. Tujuannya yaitu untuk menilai kesesuaian sistem perusahaan dengan standar sistem yang dipersyaratkan. Sasaran dari audit pihak ketiga adalah mengurangi audit yang berulang (pengganti audit oleh pihak kedua), meregistrasi/sertifikasi sistem mutu, mengetahui kesiapan untuk audit sertifikasi dan memilih jenis audit berdasarkan kedalaman audit.[4]
Adapun jenis-jenis audit berdasarkan kedalaman audit yaitu:
a.    Audit sistem. Audit ini bertujuan untuk menentukan apakah perusahaan telah memiliki sistem dalam melakukan operasinya. Biasanya, audit dilakukan dengan membandingkan sistem yang ada dengan persyaratan standar tertentu untuk melihat kesesuaiannya. Fungsi manajemen yang diaudit adalah kebijakan perusahaan, sasaran perusahaan, program, rencana, prosedur dan komitmen.
b.   Audit Kesesuaian. Jenis audit ini lebih dalam daripada audit sistem. Audit ini dilakukan untuk melihat apakah prosedur, intruksi kerja, dan rencana diimplementasikan. Karena dokumen adalah alat yang penting pada audit ini, maka sangat penting untuk mengaudit: ketersediaan dokumen pada personel yang memang membutuhkan, kelengkapan prosedur pada orang yang memang menggunakannya, kecukupan dokumen untuk dapat digunakan dalam melaksanakan tugas secara efisien dan efektif.
c.    Audit Produk. Jenis audit ini dilakukan untuk menentukan apakah produk sesuai dengan spesifikasi. Audit produk biasanya digunakan untuk mengukur keefektifan sistem mutu dengan melakukan pemeriksaan pada produk yang merupakan output dari proses. [5]

B.     Teknik Audit
Adapun teknik audit yaitu sebagai berikut:
1.      Mengidentifikasi Proses dan Mengaudit SMM
Dalam melaksanakan audit, auditor harus meninjau kebijakan mutu, mengevaluasi sasaran mutu pada setiap fungsi, menganalisis proses kritis (bisa berupa aktivitas-aktivitas, proses, dan ukuran yang dianggap penting dalam mencapai sasaran), mengidentifikasi proses-proses pendukung yang dianggap perlu/sesuai, memfokuskan proses audit terhadap organisasi/bagian, proses, pemeriksaan, rekaman, dan produk/servis, serta mempertimbangkan keefektifan dan efisiensi proses tersebut. Untuk hal-hal tersebut, auditor harus memahami masalah-masalah pokok dalam organisasi/bagian, memfokuskan pada proses-proses kritis, dan mengaudit peningkatan bisnis. Proses kritis yang dianggap vital dalam menuju sasaran mutu ini harus diidentifikasi terlebih dahulu dengan memetakan proses, mengembangkan flow charts dan mengembangkan checklist yang didasari pada dokumen atau prosedur.[6]
2.      Mengumpulkan dan Memverifikasi Informasi
Informasi yang didapat selama audit harus diverifikasi oleh auditor dan bisa dipertimbangkan sebagai temuan audit. Informasi bisa diperoleh dari beberapa sumber seperti klarifikasi, wawancara, observasi, verifikasi, pengambilan contoh secara acak  dan dokumen-dokumen. [7]
3.      Temuan Audit
Bukti audit harus dievaluasi terhadap audit criteria untuk menentukan temuan audit. Temuan audit bisa menunjukkan kesesuaian atau ketidaksesuaian dengan persyaratan. Temuan audit bisa dibuat dalam bentuk tingkatan sesuai rencana audit. Bukti objektif ini diperlukan sebagai bukti penerapan dari sistem mutu yang ada.
4.      Pertemuan Tim Audit
Setelah selesai melakukan audit, tim auditor harus melakukan pertemuan untuk membicarakan semua hasil observasi dan menentukan apakah ada dari hasil observasi yang dikategorikan sebagai ketidaksesuaian berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Kemudian pimpinan auditor mengumpulkan semua laporan ketidaksesuaian dan memeriksanya untuk memastikan bahwa temuan tersebut didukung oleh bukti.
5.      Rapat Penutupan
Pada rapat penutupan ini, pimpinan auditor menjelaskan dan menyimpulkan hasil temuan audit (merekomendasikan/tidak merekomendasikan) kepada auditee. Selain itu juga membuka tanya jawab dan menjelaskan hal-hal yang ditanyakan oleh auditee. Kemudian setelah auditee paham, maka pertemuan ditutup.
6.      Pelaporan Audit
Pada pertemuan auditor, tim audit dapat berembuk dan menyiapkan laporan audit. Laporan audit mencakup ruang lingkup dan sasaran audit, jadwal audit, anggota tim audit,  auditee, identifikasi dokumen rujukan terhadap audit yang dilakukan, ketidaksesuaian, kesimpulan/keputusan audit. Laporan audit harus diberi tanggal dan tanda ditandatangani oleh semua anggota di dalam tim audit.
7.      Mendokumentasikan Ketidaksesuaian
Auditor bertanggung jawab untuk mengidentifikasi berbagai ketidaksesuaian dan didokumentasikan dalam formulir “Laporan Ketidaksesuaian” (LK) atau “Permintaan Tindakan Perbaikan” (PTP). Ketepatan dan kebenaran laporan ketidaksesuaian/ permintaan tindakan perbaikan akan menghindari perselisihan atau ketidaksetujuan di antara auditor dan auditee ketika meminta tindakan perbaikan.[8]


8.      Tindakan Perbaikan
Tindakan perbaikan adalah tindakan yang dilakukan oleh pihak yang diaudit (auditee) untuk memperbaiki ketidaksesuaian yang ditemukan pada saat audit. Tindakan perbaikan merupakan bagian dari proses peningkatan yang  berkesinambungan dari sistem mutu suatu perusahaan.
9.      Tanggung Jawab dan Wewenag Pelaksanaan Tindakan Perbaikan
Untuk tim audit yaitu; mengidentifikasi ketidaksesuaian yang ditemukan dalam PTP/LK, menjelaskan ketidaksesuaian yang ditemukan kepada auditee, meminta persetujuan dari auditee mengenai batas waktu pelaksanaan tindakan perbaikan, dan mengontrol serta memonitor penerbitan dan pengembalian PTP/LK.
Sedangkan untuk auditee yaitu mengerti dengan jelas mengenai ketidaksesuaian yang ditemukan oleh auditor, melakukan penilaian akan pengaruh/tingkat keseriusan, serta menyiapkan sumber daya untuk melakukan tindakan perbaikan untuk memenuhi batas waktu penyelesaian tindakan perbaikan, melakukan tindakan perbaikan dan mendokumentasikannya (ditulis) dalam PTP/LK serta mengembalikan PTP/LK kepada auditorvuntuk ditindaklanjuti.[9]

C.    Proses Sertifikasi
Sertifikasi merupakan bentuk pengakuan dari pihak yang independen terhadap suatu perusahaan yang sudah menerapkan SMM yang dipersyaratkan. Adanya sertifikasi ini akan memberikan bukti bahwa standar benar-benar diterapkan.
Tahapan-Tahapan dalam program sertifikasi meliputi:
1.      Mengajukan permohonan ke lembaga sertifikasi sistem mutu.
Sesudah menentukan badan sertifikasi, perusahaan dapat mengajukan permohonan resmi untuk memperoleh sertifikasi. Permohonan ini dilampiri dengan dokumentasi SMM yang ada.
2.      Audit dokumen sistem mutu ( adequacy audit ).
Badan sertifikasi menilai dokumentasi yang telah diserahkan oleh perusahaan. Sesudah dirasa sesuai, maka akan dijadwalkan penilaian di perusahaan. Tetapi jika belum, dapat direkomendasikan agar meningkatkan sistem manajemen mutunya.
3.      Pre-asessment
Pada tahap ini, perusahaan akan diberikan kesempatan untuk memperbaiki temuan-temuannya.
4.      Intial asessment
Intial assessment merupakan penilaian utama yang dilakukan oleh badan sertifikasi kepada perusahaan yang mengajukan permohonan.
5.      Keputusan sertifikasi
Keputusan sertifikasi yaitu menentukan apakah perusahaan  itu layak mendapatkan sertifikasi atau tidak dari hasil intial assessment.
6.      Penyerahan sertifikat
Jika perusahaan tersebut layak mendapatkan sertifikasi maka akan dilakukan penyerahan sertifikat.
7.      Survaillen setiap 6 bulan
Tujuan survailen adalah untuk membuktikan bahwa penerapan SMM telah dilakukan secara berkesinambungan, disamping itu dapat dilakukan peninjauan terhadap implikasi perubahan-perubahan yang dapat mempengaruhi SMM pada badan usaha, untuk memastikan bahwa semua persyaratan telah dipenuhi dengan baik. Untuk mendapatkan gambaran yang optimal terhadap kesesuaian penerapan SMM, maka survailen dilakukan setiap 6 bulan. Periode waktu 6 bulan adalah yang efektif untuk membuktikan kesesuaian penerapan sistem manajemen.[10]

Untuk memilih lembaga sertifikasi SMM, parameter yang harus diketahui adalah, bahwa manajemen dan pengoperasiannya lembaga sertifikasi harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam standar internasional. Parameter lembaga sertifikasi yang harus diperhatikan yaitu:
1.      Lembaga sertifikasi harus mempunyai kredibilitas dan pengakuan yang luas.
2.      Lembaga sertifikasi harus memiliki tanggung jawab atas keseluruhan proses sertifikasi dan memberikan jaminan bahwa implementasi SMM benar-benar dilaksanakan oleh kliennya.
3.      Lembaga sertifikasi harus mempunyai manajemen yang professional.
4.      Lembaga sertifikasi harus memiliki legalitas hukum.
5.      Lembaga sertifikasi maupun personilnya harus independen.
6.      Lembaga sertifikasi maupun personilnya harus menjaga kerahasiaan badan usaha yang menjadi kliennya.
7.      Lembaga sertifikasi harus menerapkan SMM sesuai standar internasional yang relevan.
8.      Lembaga sertifikasi harus diakreditasi secara resmi oleh badan akreditasi yang berwenang di setiap negara. Sesuai Nota Perjanjian Saling Pengakuan IAF (Internatioanl Accreditation Forrum) dan PAC (Pasific Accreditation Corporation), lembaga sertifikasi-sertifikasi yang beroperasi di Indonesia harus diakreditasikan oleh  Komite Akreditasi Nasional (KAN).[11]





BAB III
PENUTUP
Simpulan
1.      Jenis-jenis pembagian audit mutu berdasarkan pihak yang melaksanakan yaitu meliputi; audit pihak pertama (audit internal), audit pihak kedua (audit eksternal) dan audit pihak ketiga (audit eksternal dan independen). Adapun jenis-jenis audit berdasarkan kedalaman audit yaitu audit sistem, audit kesesuaian, dan audit produk.
2.      Teknik audit yaitu meliputi; mengidentifikasi proses dan mengaudit SMM, mengumpulkan dan memverifikasi informasi, temuan audit, pertemuan tim audit, rapat penutupan, pelaporan audit, mendokumentasikan ketidaksesuaian, tindakan perbaikan, serta tanggung jawab dan wewenang pelaksanaan tindakan perbaikan (PTP).
3.      Tahap-tahap dalam proses sertifikasi yaitu mengajukan permohonan ke lembaga sertifikasi sistem mutu, audit dokumen sistem mutu,  pre-asessment, intial assessment, keputusan sertifikasi, penyerahan sertifikat, survaillen setiap 6 bulan. Kemudian dalam menentukan lembaga sertifikasi yaitu lembaga sertifikasi harus mempunyai kredibilitas dan pengakuan yang luas, memiliki tanggung jawab atas keseluruhan proses sertifikasi dan memberikan jaminan bahwa implementasi SMM benar-benar dilaksanakan oleh kliennya, harus mempunyai manajemen yang professional, memiliki legalitas hukum, lembaga sertifikasi maupun personilnya harus independen, personilnya harus menjaga kerahasiaan badan usaha yang menjadi kliennya, lembaga sertifikasi harus menerapkan SMM sesuai standar internasional yang relevan, lembaga sertifikasi harus diakreditasi secara resmi oleh badan akreditasi yang berwenang di setiap negara.


DAFTAR PUSTAKA
Edward Sallis, Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan, Ircisod, Yogyakarta, 2011.
Rudi Suardi, Sistem Manajemen Mutu ISO 9000: 2000 : Penerapan untuk Mencapai TQM, PPM, Jakarta, 2003.
Sulistijo Siarto Mulyo dkk, Panduan Penerapan Manajemen Mutu ISO 9000: 2000, Gramedia, Jakarta, 2005.



[1] Edward Sallis, Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan, Ircisod, Yogyakarta, 2011, hlm., 127.
[2] Rudi Suardi, Sistem Manajemen Mutu ISO 9000: 2000 : Penerapan untuk Mencapai TQM, PPM, Jakarta, 2003, hlm., 140.
[3] Ibid., hlm., 141.
[4] Ibid.
[5] Ibid., hlm., 141-142.
[6] Ibid., hlm., 149.
[7] Ibid., hlm., 151.
[8] Ibid., hlm., 152-156.
[9] Ibid., hlm., 156-157.
[10] Sulistijo Siarto Mulyo dkk, Panduan Penerapan Manajemen Mutu ISO 9000: 2000, Gramedia, Jakarta, 2005, hlm., 37.
[11] Ibid., hlm., 34-36.

No comments:

Post a Comment